"Saya nggak lulus SD," kata Supar kepada detikFinance di rumahnya, Rabu (18/6/2014).
Meski tidak lulus SD, naluri bisnisnya ditempa dengan belajar membuat pengolahan tepung tapioka. Pada awal memulai bisnis, Supar sempat terkendala modal sehingga mencari utang ke BRI pada 1999 sebanyak Rp 5 juta. Kini omzet bisnis tepung tapiokanya berlipat ganda.
"Saya memproduksi tepung tapioka 70 ton hingga 100 ton per hari dengan omzet Rp 7 miliar per bulan," kata Supar.
Untuk bahan baku singkong, Supar memiliki perkebunan singkong seluas Rp 10 hektar. Untuk memproduksi puluhan ton singkong itu, Supar mengerjakan puluhan buruh dibantu dengan beberapa traktor yang digunakan untuk mengeringkan limbah. Sebuah pabrik siap mengolah tepung tapioka.
"Sekarang mendapat pinjaman BRI sebesar Rp 5 miliar," ujar Supar berbalut pakaian sederhananya.
Alhasil, pabrik Supar tidak hanya menjadi tumpuan keluarga tetapi juga puluhan petani singkong di desa itu. Prestasi lainnya, Supar mendapat penghargaan dari Menteri ESDM Jero Wacik atas usahanya dalam mengolah hasil limbah singkong.
"Penghargaan dari Pak Menteri karena mengubah limbah singkong menjadi biogas," tutur Supar yang kini membuat badan hukum CV Supar untuk menjalankan bisnisnya.
sumber | digali.blogspot.com