Joko Widodo (Jokowi) menjadikan berbagai program dengan kartu sebagai andalan. Seperti yang ia lakukan di DKI Jakarta dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP).
"Program itu mirip dengan yang berlaku di Jakarta, tapi itu pun belum berhasil. KJP saja masih amburadul karena tak tepat sasaran," kata pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Jakarta, Henri Satrio, Selasa (17/6).
Sharusnya, kata dia, Jokowi mengedepankan program yang mendorong produktivitas anak bangsa. Misalnya, dengan pengembangan pendidikan. "Kartu-kartu ini tidak inovatif," tambah dia.
Menurut Henri, maka tak ada sesuatu yang baru yang menjadi nilai kuat Jokowi. Tidak juga blusukan yang selama ini ia lakukan di ibu kota. Karena sudah menjadi tugas gubernur untuk menyambangi warganya dan itu pun dilakukan oleh kepala daerah lain.
Tak hanya itu, tambahnya, pemerintah juga memiliki program serupa yang berbasis kartu. Yaitu, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarajan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Berkali-kali Jokowi mengeluarkan Kartu Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar seakan-akan itu ide dia. Itu sama dengan program BPJS. Ide itu tidak orisinal," ujar Wasekjen Partai Golkar Nurul Arifin
Ia menjelaskan, BPJS merupakan suatu produk besar yang digodok lintaspartai. "Kita hanya dibodoh-bodohi saja oleh Jokowi dengan kartu-kartunya," lanjut Nurul.
Pernyataan Jokowi, menurut Nurul, juga banyak yang kontradiktif atau sering berubah-ubah. "Pada satu kesempatan dia bilang memperkuat sistem dibanding anggaran. Kesempatan lain dia bilang akan memperkuat anggaran dibanding sistem," katanya.
Seharusnya, tambah dia, Indonesia memiliki pemimpin yang punya solusi. Karena rakyat membutuhkan pemimpin yang konseptual, menguasai masalah, visioner dan tanpa ragu untuk memberi solusi. "Prabowo berpikir besar dengan strategi besar,” kata Nurul.
"Program itu mirip dengan yang berlaku di Jakarta, tapi itu pun belum berhasil. KJP saja masih amburadul karena tak tepat sasaran," kata pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Jakarta, Henri Satrio, Selasa (17/6).
Sharusnya, kata dia, Jokowi mengedepankan program yang mendorong produktivitas anak bangsa. Misalnya, dengan pengembangan pendidikan. "Kartu-kartu ini tidak inovatif," tambah dia.
Menurut Henri, maka tak ada sesuatu yang baru yang menjadi nilai kuat Jokowi. Tidak juga blusukan yang selama ini ia lakukan di ibu kota. Karena sudah menjadi tugas gubernur untuk menyambangi warganya dan itu pun dilakukan oleh kepala daerah lain.
Tak hanya itu, tambahnya, pemerintah juga memiliki program serupa yang berbasis kartu. Yaitu, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarajan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Berkali-kali Jokowi mengeluarkan Kartu Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar seakan-akan itu ide dia. Itu sama dengan program BPJS. Ide itu tidak orisinal," ujar Wasekjen Partai Golkar Nurul Arifin
Ia menjelaskan, BPJS merupakan suatu produk besar yang digodok lintaspartai. "Kita hanya dibodoh-bodohi saja oleh Jokowi dengan kartu-kartunya," lanjut Nurul.
Pernyataan Jokowi, menurut Nurul, juga banyak yang kontradiktif atau sering berubah-ubah. "Pada satu kesempatan dia bilang memperkuat sistem dibanding anggaran. Kesempatan lain dia bilang akan memperkuat anggaran dibanding sistem," katanya.
Seharusnya, tambah dia, Indonesia memiliki pemimpin yang punya solusi. Karena rakyat membutuhkan pemimpin yang konseptual, menguasai masalah, visioner dan tanpa ragu untuk memberi solusi. "Prabowo berpikir besar dengan strategi besar,” kata Nurul.
sumber | digali.blogspot.com
Tag :
Politik